oleh

Bagaimana Bisa Anak di Bawah Umur Jadi LC Bar di Jakbar?

-Berita, Viral-104 Dilihat

Infoberitadunia– Kasus eksploitasi seksual terhadap remaja berusia 15 tahun berinisial SHM di sebuah bar karaoke di Jakarta Barat mengungkap bagaimana jaringan pelaku memanfaatkan media sosial untuk merekrut korban di bawah umur, memanipulasi informasi pekerjaan, dan memaksa mereka terlibat dalam aktivitas seksual berbayar.

Peristiwa ini memperlihatkan bahwa meski Jakarta telah menyandang predikat Kota Layak Anak, ancaman terhadap keselamatan dan martabat anak masih nyata, apalagi di tengah gencarnya rekrutmen online dan lemahnya pengawasan di sektor hiburan malam.

Rantai Eksploitasi: Dari Facebook hingga Bar Hiburan

Menurut keterangan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, kasus ini bermula ketika SHM menerima tawaran kerja melalui Facebook sebagai lady companion (LC) dengan bayaran Rp 125.000 per jam.

Perekrut meyakinkan SHM bahwa pekerjaannya hanya sebatas pemandu lagu.
Namun, saat mulai bekerja di Bar Starmoon, SHM justru dipaksa melayani pria hidung belang dengan imbalan Rp 175.000–Rp 225.000 per tamu.

Polisi menyebut ada 10 orang tersangka yang berperan mulai dari penampung, perekrut, mami (marketing bar), pengantar korban, hingga pemilik bar.

Dua orang lainnya masih berstatus buron (DPO). Barang bukti yang disita meliputi dokumen identitas korban, ponsel, buku absen LC, data pengeluaran bar, dan hasil visum.

Para pelaku dijerat pasal berlapis dari UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), hingga UU Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hingga 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

Respon Pemprov DKI Jakarta

Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menegaskan bahwa predikat Kota Layak Anak bukan berarti setiap anak diawasi secara individu oleh pemerintah.

Status tersebut merujuk pada adanya sistem perlindungan seperti pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang menjadi sarana bermain dan belajar.

“Jakarta itu 11 juta masyarakat. Aman 100 persen? Belum tentu. Peran orang tua tetap sangat penting untuk menjaga anak-anak,” ujar Rano di Balai Kota (11/8/2025).

KPAI: Potensi Korban Lain Harus Diusut

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati, meyakini bahwa kasus SHM bukanlah satu-satunya. Ia menekankan perlunya penyelidikan menyeluruh karena Jakarta adalah pusat hiburan malam yang rawan mempekerjakan anak di bawah umur.

“Tidak boleh mempekerjakan anak dalam pekerjaan terburuk. Ini jelas pidana. Kalau tidak diusut tuntas, nanti ada alibi bahwa anak sendiri yang mau bekerja, padahal harusnya dicegah,” tegasnya.

Kasus ini menegaskan bahwa perlindungan anak bukan hanya soal infrastruktur atau predikat kota, tetapi juga pengawasan aktif dari keluarga, masyarakat, dan aparat.

Penegakan hukum yang tegas, pengawasan terhadap rekrutmen daring, serta penutupan celah hukum yang dimanfaatkan pelaku menjadi langkah penting agar peristiwa serupa tidak terulang.