Infoberitadunia–Marc Marquez belum pernah menangis saat dia meraih gelar juara 125cc, Moto2, dan enam kali MotoGP. Namun, di Motegi, Jepang, akhir pekan ini, dia tidak kuasa menahan ledakan emosinya.
Bahkan, saat melesat di sektor terakhir Motegi, Marquez sudah menangis, hingga kesulitan melihat titik-titik pengereman. Dia berjuang keras mengendalikan emosinya, tetapi penderitaan selama 2020-2023 yang dia pendam selama ini, meledak tak terbendung.
Marquez finis di posisi kedua, di belakang rekan satu timnya di Ducati Lenovo, Francesco Bagnaia. Marquez pun menangis dan berteriak, meluapkan emosinya.
Dia kembali menjadi juara dunia setelah melewati empat tahun yang sangat berat mulai dari cedera humerus kanan, diplopia, hingga performa yang merosot. Momen itu tidak ingin dia ulangi dan tidak dia inginkan terjadi pada siapa pun.
Penderitaan itu terlalu brutal. Penderitaan yang tidak pernah dia rasakan sejak debut di ajang grand prix pada 2010 di kelas 125cc hingga meraih gelar juara MotoGP keenam kali pada 2019. Dalam satu dekade itu, Marquez hanya merasakan kejayaan, tidak pernah sangat merana akibat cedera. Ya, dia mengalami sejumlah cedera, tetapi tidak pernah separah patah humerus (tulang lengan atas) kanan yang dia alami di Jerez 2020.
Cedera itu merenggut kegembiraannya memacu motor, menghapus senyum di wajahnya, dan menyeretnya ke jurang terdalam dalam kariernya. Dia bisa kembali bangkit karena memiliki gairah untuk terus balapan, uluran tangan orang-orang di sekitarnya, dan semangat pantang menyerah. Momen sulit itu dia akhiri di Motegi, Jepang, Minggu (28/9/2025), dengan mengunci gelar juara MotoGP ketujuh kali.
Marquez menilai, ini lebih dari sekadang angka, lebih dari sekadar gelar juara. ”Saya merasakan perasaan yang sangat aneh, tentu saja saya menikmati, tetapi pada saat yang sama saya tidak menikmati. Tidak tahu mengapa. Saya hanya merasa seperti berdamai dengan diri saya,” ujar Marquez dalam konferensi pers seusai menjuarai MotoGP 2025 di Motegi.
”Selama beberapa tahun ini saya bertarung dengan sangat banyak hal, tetapi bagian paling sulit adalah bertarung melawan Marc. Marc melawan Marc. Marc yang mengatakan satu jalan, Marc lainnya mengatakan jalan lainnya. Marc satu mengatakan berhenti, Marc yang lain mengatakan lanjut,” ungkap Marquez.
”Tetapi, pada akhirnya saya berusaha mengikuti insting saya untuk melakukan 100 persen yang saya mampu, tidak pernah menyerah, dan berusaha, itu kata (kuncinya), berusaha melakukan itu, kami berhasil. Tetapi, sekarang saya hanya ingin menikmati momen, saya tidak ingin—saya tahu Anda akan bertanya—saya tidak ingin megingat apa yang sudah berlalu, saya hanya ingin menikmati momen saat ini,” tegas Marquez.
Terkait slogan More Than a Number yang menjadi judul perayaan gelar juaranya, Marquez mengakui dirinya sebenarnya tidak tahu itu. Namun, itu relevan dengan apa yang dia jalani sejak 2020, relevan dengan penderitaan dan perjuangan untuk bangkit.
”Saya tidak tahu tentang ini, lebih dari sekadar angka. Ini lebih seperti, lebih dari sekadar gelar juara,” kata Marquez.
”Saya sudah mengatakan ini sebelum saya meraih ini. Ini merupakan tantangan terbesar dalam karier saya. Ketika Anda berada di puncak gunung, meraih kemenangan di setiap akhir pekan, dan memenangi kejuaraan, dan kemudian ketika Anda terjatuh, pukulannya jauh lebih besar,” ujar pebalap Spanyol itu
Momen sangat sulit yang sudah dia lewati itulah yang membuat Marquez tak kuasa menahan tangis saat meraih gelar juara MotoGP 2025.
”Saya sekarang bisa mengendalikan sedikit lebih baik. Saya lebih senang mengendalikan (emosi), tetapi itu sulit. Saya tidak tahu, di sektor terakhir saya mulai menangis di balik helm, dan Anda tahu, menangis dengan asap dari motor Pecco (Bagnaia), seperti apa yang sedang terjadi, apakah pesta sudah dimulai atau apa, itu bercanda. Ya, hari ini saya tidak bisa mengendalikan emosi, bahkan sebelum balapan itu sulit dikendalikan,” jelas Marquez.
Pencapaian Marquez ini merupakan kebangkitan terbesar dalam sejarah MotoGP karena tidak ada pebalap yang bisa juara lagi setelah lima musim menanti. Marquez melakukan itu setelah berjuang selama 2.184 hari. Marquez pun disejajarkan dengan para legenda hidup olahraga, seperti Michael Jordan dan Tiger Woods.
”Tetapi, yang terpenting adalah, ketika saya memilih jalan (meninggalkan Honda), target pada saat itu bukan untuk (target juara). Saya tidak menunjuk puncak gunung, saya tidak menunjuk pada kejuaraan, saya menunjuk pada gairah saya, menikmati kembali mengendarai motor, dan melanjutkan karier saya, dan itu merupakan poin krusial,” ucap Marquez.
”Benar bahwa banyak orang menempatkan nama saya di antara banyak nama-nama besar di MotoGP atau olahraga lain, itu menyenangkan dan suatu kehormatan. Tetapi, saya hanya Marc dan saya akan melanjutkan jalan saya,” ujar pebalap berusia 32 tahun itu.
Pecapaian besar ini memiliki beragam dimensi bagi Marquez, tetapi yang paling penting adalah dia merasakan sebagai manusia biasa. Sebab, sebelum cedera humerus, dia hanya tahu manisnya kemenangan, bukan pahitnya penderitaan.
”Karena enam tahun lalu saya tidak tahu apa itu menderita. Maksud saya, saya hanya menikmati kejayaan sejak 2010. Benar bahwa saya mengalami beberapa cedera, tetapi tiga bulan, empat bulan kemudian bisa melanjutkan (balapan) dan menang lagi,” kata Marquez.
”Jadi, ketika Anda selama empat tahun, dengan empat kali operasi pada lengan kanan, dan kemudian dalam prosedur (pemulihan) itu saya mematahkan tulang lagi (untuk operasi keempat), dua kali penglihatan ganda, itu sangat sulit. Dan, kemudian hari ini saya tidak bisa mengendalikan emosi, dalam lap terakhir, saya menangis di balik helm, seperti yang sudah saya katakan sehingga saya kesulitan melihat titik pengereman,” kata Marquez.
Marquez sudah menyelesaikan lingkaran keterpurukan dengan kebangkitan besar musim ini, tetapi dia menegaskan masih memiliki ambisi yang sama, meraih gelar juara. Namun, jika kariernya berakhir saat ini, dia sudah bisa menerima karena dia sudah menjawab semua tanda tanya yang muncul selama berada di titik terendah karier balapnya.
”Babak selanjutnya? Saya tidak tahu. Maksud saya, Anda tidak bisa menulis masa depan, beberapa orang berusaha melakukan itu, tetapi Anda tidak tahu apa yang akan terjadi besok,” kata Marquez.